Jumat, 04 Juli 2008

TUJUH TAHUN CIDERA OTAK
Penderitaan Panjang Telah Berakhir
Pertolongan Allah itu Datang Melalui Tri Tunggal

RENY Iskandar, cewek 19 tahun asal Pekanbaru Riau ini, sejak kelas VI SD menderita kerusakan otak kiri. Ada cairan dan darah kotor serta pembuluh syaraf yang luka. Itu bermula dari peristiwa kecelakaan saat dia membonceng pamannya. Jatuh dan terpental dari sepeda motor.
“Saya sempat tak sadarkan diri selama satu setengah bulan. Malah, menurut keluarga, saya sempat koma dua hari. Menurut dokter, selama masa koma, bila tidak mengeluarkan darah dari lubang telinga, hidung atau muntah, berarti masih mungkin diselamatkan. Alhamdulillah, saat itu tidak terjadi pendarahan,” kata Reny membuka cerita.
Melewati masa koma, tetapi Reny masih juga tak sadarkan diri. Empat puluh lima hari keluarganya menunggu dengan penuh kecemasan. Setelah sadar pun, dia masih harus menjalani pemeriksaan dan pengobatan yang cukup lama. “Saya di CT-scan. Menurut dokter, otak sebelah kiri mengalami kerusakan. Ada luka di syaraf kepala.Tulang tengkorak belakang dan depan, retak. Tidak mungkin dilakukan operasi. Kans sembuhnya hanya 20 persen. Dokter hanya bisa memberi obat penghilang rasa sakit dan nyeri,” tambahnya.
Obat yang diberikan cukup banyak. Ada 30 jenis obat yang harus diminum gadis berkulit putih ini setiap hari. Padahal, jelas, obat-obat tersebut sangat mahal. Dan, tiap bulan Reny harus periksa ke rumah sakit.
Sampai empat tahun pengobatan di sebuah rumah sakit di Pekanbari itu dijalani. Mendengar di Padang ada dokter ahjli bedah syaraf, keluarganya pun membawa Reny terbang ke Padang. Lagi-lagi, setelah di CT-Scan, dokter ahli bedah syarat itu angkat tangan. Malah, ditemukan penyakit baru, berupa gangguan ginjal, osteoporosis dan asam urat, efek dari obat-obat yang dikonsumsinya tiap hari. “Penderitaan saya tambah berat. Obat yang saya minum pun bertambah. Sekali telan, 35 butir pil,” katanya.
Beban keluarganya semakin berat. Apalagi dokter ahli bedah syaraf tersebut menjelaskan, tidak mungkin penyakit Reny disembuhkan. Bisanya hanya diberi obat penenang dan penghilang rasa sakit.
Meski sudah divonis dokter, di tengah rasa putus asa, keluarga Reny terus berikhtiar mencari kesembuhan puteri kesayangannya itu. Apalagi, mulai tahun ke enam sejak peristiwa kecelakaan, kondisi gadis kelahiran 30 Oktober 1985 ini kian mengkhawatirkan. “Setiap hari saya kejang dan pingsan. Padahal, kejang dan pingsannya bisa satu jam lebih. Bayangkan, betapa tersiksanya. Setiap kali kejang, kepala rasanya sakit sekali,” akunya.
Sekolahnya pun bisa dibilang berantakan. Sehari masuk, sehari absen. Malah, dia mendapat dispensasi tidak ikut pelajaran olahraga. Sebab, kalau kecapaian, bisa dipastikan langsung kejang dan pingsan. Tidak hanya itu. Bila kena udara dingin atau AC mobil, pasti sakitnya langsung kambuh.
Lalu keluarganya mencoba membawa Reny berobat ke Yogya. Berobat dan opname di rumah sakit. Sudah mencoba di tiga rumah sakit besar di Yogya. Tapi hasilnya masih nihil. Malah, keluarganya semakin putus asa. Ada keputusan, sebaiknya Reny dibawa pulang ke Riau. Dengan alasan jika sewaktu-waktu terjadi apa-apa, bisa dekat dengan keluarga.
Padahal selama di Yogya, selain berobat medis, Reny juga mencoba terapi alternatif di dua tempat. Tapi, hasilnya tetap masih nol.
“Untung, saat saya opname, ada teman menjenguk. Dia cerita, neneknya pernah sakit keras dan sembuh setelah diterapi di tempat Satguru Sabdo langit IV Paguyuban Tri Tunggal (red mas sapto). Semula saya sendiri tidak yakin. Tetapi, teman saya itu terus membujuk agar mencoba,” tambah Reny.
Pertengahan Agustus 2004, Reny mulai terapi di Tri Tunggal. Pertama kali ditangani Mas Jeje. Disarankan transfer kambing hari itu juga. Setelah prosesi transfer dijalani, selang dua hari, Reny datang lagi bersama ibunya ke Tri Tunggal. “Setelah ditransfer, Satguru Sapto menjelaskan, setelah transfer akan terasa rasa sakit yang luar biasa karena perlu adanya penggeseran posisi syaraf otak dan regenerasi jaringan sel otak, hal tersebutr bagian dari proses penyembuhan gaib,” kenangnya.
Kebetulan, saat itu Reny merasa akan kambuh. Lalu disarankan agar perasaan tersebut dihilangkan dan meredam rasa sakit yang datang dengan meditasi. “Saya dilatih meditasi sekaligus diterapi dengan transfer energi gaib. Sungguh ajaib, rasa sakit perlahan hilang. Malah, setelah seminggu rutin latihan meditasi dan terapi di Tri Tunggal, rasa sakit itu hilang. Bahkan sudah tidak pernah kejang. Sekarang, saya merasa enak dan tidak merasa cepat capai. Tidak hanya itu, saya sudah bebas obat. Tidak pernah lagi menelan sebutir pun pil. Padahal, selama ini setiap hari harus minum puluhan butir obat,” katanya penuh syukur.
Kesembuhan Reny di Tri Tunggal, membuat keluarganya di Riau setengah tidak percaya. Apa mungkin dia bisa sembuh. “Saya sendiri merasa ini suatu keajaiban. Setelah berjuang lama mempertahankan hidup dan melawan vonis dokter, ternyata Allah masih memberi pertolongan melalui Mas Sapto dan Tri Tunggal,” ucapnya serius.
Merasa dirinya sudah sehat, Reny mencoba menguji kemampuan fisiknya dengan bepergian ke luar kota. Ke Surabaya, Jember dan Malang. Alhamdulillah kuat. Padahal, dulu dia tidak mungkin kuat melakukan perjalanan sejauh itu. “Malah sekarang saya sudah bisa dan kuat naik motor sendiri. Dulu, diboncengkan pun, saya langsung kambuh dan kejang,” ungkapnya.Merasa pertolongan Allah datang lewat Tri Tunggal, kini Reny berlatih ilmu olah penyembuhan ala Tri Tunggal. Tiap hari, dia tekun latihan meditasi, bahkan berani kungkum tengah malam. Bagi pembaca yang ingin mendengar langsung kisah Reny, bisa langsung menghubungi

Tidak ada komentar: